Post by abdillahfanx on Aug 14, 2017 10:14:00 GMT
Muhammad Fani Abdillah
Menjadi Millenials yang Hebat
Millenials? Seberapa hebat?. Generasi yang lahir ditahun 1980-1990an tentunya membuat orang-orang di generasi ini lebih ‘melek’ terhadap kemajuan dunia teknologi. Tentunya para millenials sangat peka terhadap berbagai informasi yang ada sehingga tidak dapat dipungkiri jika mereka memiliki sikap kritis terhadap isu-isu yang ada, baik ekonomi, sosial maupun politik. Kecanggihan teknologi yang tidak dapat dihindari berdampak pada munculnya revolusi dunia pendidikan. Sepertinya istilah “Like father, like son” tidak berlaku dalam hal ini. Lain halnya dengan sang ayah si “Baby Boomers”, sang anak justru punya metode belajar yang unik dengan ‘menatap’ ponsel pintarnya. Dewasa ini marak trend gaya belajar digital memanfaatkan teknologi untuk proses pembelajaran yang biasa dikenal e-learning. Dengan metode ini, pembelajaran dikemas menjadi lebih mudah dicerna dan efisien melalui audio dan visual yang menarik.
Namun inovasi dibidang pengajaran ini tidak selamanya melesat dengan mulus. Nampaknya kemajuan dalam bidang teknologi berbanding terbalik dengan nilai moral siswa, karena arus informasi yang bebas sehingga dapat mengubah pemikiran siswa. Seringkali berbagai video maupun foto siswa ‘viral’ diberbagai media sosial. Bukan karena prestasinya yang membanggakan, melainkan karena sikapnya yang dianggap tidak etis. Mulai halnya dari sikap tak hormat yang meremehkan guru, berbagai kasus bullying sesama siswa, bahkan saat sang guru menegur siswa pun dengan mencubit bisa berakibat mendekam dibalik jeruji besi. Sungguh miris disaat kegiatan mencontek sudah menjadi ‘passion’, dan sikap curang sudah mendarah daging dalam diri siswa. Berbagai stereotipe yang buruk tentang siswa masa kini pun bertebaran seperti bolos sekolah untuk bermain game online dan malas mengerjakan tugas.
Berbagai kebiasaan buruk tersebut tentunya dapat dihindari melalui sosialisasi pemanfaatan teknologi dengan bijak, tentunya dalam hal ini pengawasan orang tua sangat penting agar siswa tidak terjerumus kedalam sisi buruk internet. Kembali kepada salah satu fungsi sekolah yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, guru disekolah ada kalanya melakukan inovasi dalam hal pengajaran agar suasana belajar lebih interaktif dan tidak monoton sehingga siswa lebih tanggap terhadap pelajaran yang disampaikan guru. Ajarkan kepada siswa pentingnya sifat jujur bukan pentingnya ‘orang dalam’ dan mulailah mengapresiasi siswa dari hal kecil, hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk belajar lebih baik lagi. Tak lupa penanaman nilai agama dan moral pun sangat berperan untuk menciptakan generasi millenial yang berkarakter, mandiri dan bertanggung jawab.
Generasi yang hebat dimulai dari pendidikan yang baik sejak kecil. Bila hal-hal diatas tersebut sudah menjadi kebudayaan, niscaya tak akan lahir bibit-bibit pemakan uang rakyat. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!” begitulah kata petuah Arab yang sudah melekat pada millenials bila kejujuran sudah tertanam maka untuk menimba ilmu pun sudah menjadi sarapan, bukan malah menjadi beban. Maka tidak jarang millenials yang menimba ilmu hingga mencapai gelar S2 bahkan S3. Oleh karena itu seringkali terdengar ungkapan “Sukses dulu baru nikah!”.
Lanjut ke fakta berikutnya. Millenials sangat fleksibel dalam berbagai hal termasuk untuk tetap dekat dengan kerabat atau temannya. Dengan memanfaatkan media sosial yang tak mengenal waktu ini apapun bisa dilakukan. Kita tak perlu membeli tiket pesawat ataupun kereta untuk mengunjungi mereka apalagi hal tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Fitur Videocall dapat menjadi solusi bagi millenials. Berbagai macam diskusi bisa dilakukan melalui Groupchat atau Groupcall. Dan tentu saja agenda juga dapat dicatat melalui notes yang ada pada grup tersebut. Hampir semua aktivitas bisa kita jalankan lewat internet termasuk ber-shopping ria melalui ‘olshop’ pribadi maupun situs belanja online. Namun perlu diperhatikan bahwa kita harus berhati-hati terhadap modus penipuan yang ada yang mengatasnamakan pihak tertentu.
Seringkali kejahatan cybercrime terjadi belakangan ini mulai dari carding, hacking, phising dan lainnya. Kita dapat menangkalnya dengan tidak mudah memberikan informasi terhadap orang yang mengatasnamakan pihak tertentu, apalagi jika informasi tersebut sangat vital seperti username dan password. Kita tidak harus curiga melainkan harus waspada dalam menanggapi hal seperti ini. Selain itu hari demi hari marak berbagai berita hoax atau berita yang tidak valid. Tentunya kita harus melakukan crosscheck informasi terlebih dahulu agar tidak menelan informasi secara ‘mentah-mentah’. Apalagi sampai percaya semua hal diinternet yang sumbernya tak jelas entah darimana. Jangan sampai kita dicap sebagai ‘sarjana google’.
Berbicara tentang online shop, ternyata millenials memang punya jiwa berwirausaha yang tinggi. Tidak hanya berwirausaha dalam bentuk online shop, melainkan banyak diantara mereka yang membuka usaha seperti kafe kekinian, barbershop, bahkan startup. Dibidang bisnis pun millenials mucul dengan wajah profesi baru layaknya Youtuber, Vlogger, Freelancer dan lain-lainnya. Siapa sangka hanya bermodalkan kamera dan skills, kita bisa menghasilkan banyak uang. Millenials cenderung lebih kreatif dan inovatif. Terbukti dengan munculnya terobosan ojek online.
Tidak semua pandangan buruk terhadap generasi millenial itu benar. Millenials bukanlah generasi yang sombong melainkan generasi yang memiliki percaya diri tinggi. Image egois dan arogan muncul karena mereka bisa melakukan banyak hal sekaligus atau ‘multitasking’ dan ingin melakukan semuanya dengan segera secepatnya. Sejatinya dibalik semua kelebihan pasti ada kekurangan, semuanya dikembalikan pada diri masing-masing millenials. Namun jika diperhatikan saat ini, beberapa dari mereka memiliki sikap konsumtif yang tinggi, materialis, bergaya hidup mewah dan glamor, memiliki sifat hedonisme dan kurang memiliki jiwa sosial karena beberapa dari mereka terlalu sering berbincang-bincang lewat media sosial daripada bertatap muka secara langsung.
Beralih ke masalah mental pada generasi ini, nampaknya millenials rentan stress. Dan tak jarang beberapa orang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena stress berlebihan. Seperti baru-baru ini marak terjadi kasus bunuh diri.
Semua masalah tersebut memiliki solusi yang beragam namun yang perlu ditekankan sebagai pondasi dasar untuk membangun peradaban bangsa adalah pentingnya mengikuti pendidikan karakter dan kegiatan keagamaan agar menjadi millenials yang tidak hanya hebat dalam ilmu pengetahuan melainkan juga dalam spiritual. Perlunya peran teman dan kerabat untuk mengingatkan, belajar menerima kritik dan saran dari orang lain. Dan yang terpenting, jangan habiskan waktu kita dengan berlama-lama menatap layar komputer atau smartphone. Batasi penggunaan ponsel pintar kita seperlunya dan jangan sampai menghambat aktivitas lainnya apalagi sampai kecanduan. Gunakanlah teknologi dengan bijak, manfaatkan untuk hal-hal yang berguna. Keluar dan mulailah bersosialisasi karena hidup tak hanya soal gadget dan followers. Jadilah generasi yang berkebudayaan dan berketuhanan agar dapat menangkis dampak buruk era informatika.
Demikian artikel tentang generasi millenial, semoga bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa teknologi pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Ambil positifnya dan buang negatifnya. Saya Muhammad Fani Abdillah mengucapkan terima kasih banyak. Wassalamualaikum wr. wb.
menjadi millenials yang Hebat.docx (20.26 KB)
Menjadi Millenials yang Hebat
Millenials? Seberapa hebat?. Generasi yang lahir ditahun 1980-1990an tentunya membuat orang-orang di generasi ini lebih ‘melek’ terhadap kemajuan dunia teknologi. Tentunya para millenials sangat peka terhadap berbagai informasi yang ada sehingga tidak dapat dipungkiri jika mereka memiliki sikap kritis terhadap isu-isu yang ada, baik ekonomi, sosial maupun politik. Kecanggihan teknologi yang tidak dapat dihindari berdampak pada munculnya revolusi dunia pendidikan. Sepertinya istilah “Like father, like son” tidak berlaku dalam hal ini. Lain halnya dengan sang ayah si “Baby Boomers”, sang anak justru punya metode belajar yang unik dengan ‘menatap’ ponsel pintarnya. Dewasa ini marak trend gaya belajar digital memanfaatkan teknologi untuk proses pembelajaran yang biasa dikenal e-learning. Dengan metode ini, pembelajaran dikemas menjadi lebih mudah dicerna dan efisien melalui audio dan visual yang menarik.
Namun inovasi dibidang pengajaran ini tidak selamanya melesat dengan mulus. Nampaknya kemajuan dalam bidang teknologi berbanding terbalik dengan nilai moral siswa, karena arus informasi yang bebas sehingga dapat mengubah pemikiran siswa. Seringkali berbagai video maupun foto siswa ‘viral’ diberbagai media sosial. Bukan karena prestasinya yang membanggakan, melainkan karena sikapnya yang dianggap tidak etis. Mulai halnya dari sikap tak hormat yang meremehkan guru, berbagai kasus bullying sesama siswa, bahkan saat sang guru menegur siswa pun dengan mencubit bisa berakibat mendekam dibalik jeruji besi. Sungguh miris disaat kegiatan mencontek sudah menjadi ‘passion’, dan sikap curang sudah mendarah daging dalam diri siswa. Berbagai stereotipe yang buruk tentang siswa masa kini pun bertebaran seperti bolos sekolah untuk bermain game online dan malas mengerjakan tugas.
Berbagai kebiasaan buruk tersebut tentunya dapat dihindari melalui sosialisasi pemanfaatan teknologi dengan bijak, tentunya dalam hal ini pengawasan orang tua sangat penting agar siswa tidak terjerumus kedalam sisi buruk internet. Kembali kepada salah satu fungsi sekolah yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, guru disekolah ada kalanya melakukan inovasi dalam hal pengajaran agar suasana belajar lebih interaktif dan tidak monoton sehingga siswa lebih tanggap terhadap pelajaran yang disampaikan guru. Ajarkan kepada siswa pentingnya sifat jujur bukan pentingnya ‘orang dalam’ dan mulailah mengapresiasi siswa dari hal kecil, hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk belajar lebih baik lagi. Tak lupa penanaman nilai agama dan moral pun sangat berperan untuk menciptakan generasi millenial yang berkarakter, mandiri dan bertanggung jawab.
Generasi yang hebat dimulai dari pendidikan yang baik sejak kecil. Bila hal-hal diatas tersebut sudah menjadi kebudayaan, niscaya tak akan lahir bibit-bibit pemakan uang rakyat. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!” begitulah kata petuah Arab yang sudah melekat pada millenials bila kejujuran sudah tertanam maka untuk menimba ilmu pun sudah menjadi sarapan, bukan malah menjadi beban. Maka tidak jarang millenials yang menimba ilmu hingga mencapai gelar S2 bahkan S3. Oleh karena itu seringkali terdengar ungkapan “Sukses dulu baru nikah!”.
Lanjut ke fakta berikutnya. Millenials sangat fleksibel dalam berbagai hal termasuk untuk tetap dekat dengan kerabat atau temannya. Dengan memanfaatkan media sosial yang tak mengenal waktu ini apapun bisa dilakukan. Kita tak perlu membeli tiket pesawat ataupun kereta untuk mengunjungi mereka apalagi hal tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Fitur Videocall dapat menjadi solusi bagi millenials. Berbagai macam diskusi bisa dilakukan melalui Groupchat atau Groupcall. Dan tentu saja agenda juga dapat dicatat melalui notes yang ada pada grup tersebut. Hampir semua aktivitas bisa kita jalankan lewat internet termasuk ber-shopping ria melalui ‘olshop’ pribadi maupun situs belanja online. Namun perlu diperhatikan bahwa kita harus berhati-hati terhadap modus penipuan yang ada yang mengatasnamakan pihak tertentu.
Seringkali kejahatan cybercrime terjadi belakangan ini mulai dari carding, hacking, phising dan lainnya. Kita dapat menangkalnya dengan tidak mudah memberikan informasi terhadap orang yang mengatasnamakan pihak tertentu, apalagi jika informasi tersebut sangat vital seperti username dan password. Kita tidak harus curiga melainkan harus waspada dalam menanggapi hal seperti ini. Selain itu hari demi hari marak berbagai berita hoax atau berita yang tidak valid. Tentunya kita harus melakukan crosscheck informasi terlebih dahulu agar tidak menelan informasi secara ‘mentah-mentah’. Apalagi sampai percaya semua hal diinternet yang sumbernya tak jelas entah darimana. Jangan sampai kita dicap sebagai ‘sarjana google’.
Berbicara tentang online shop, ternyata millenials memang punya jiwa berwirausaha yang tinggi. Tidak hanya berwirausaha dalam bentuk online shop, melainkan banyak diantara mereka yang membuka usaha seperti kafe kekinian, barbershop, bahkan startup. Dibidang bisnis pun millenials mucul dengan wajah profesi baru layaknya Youtuber, Vlogger, Freelancer dan lain-lainnya. Siapa sangka hanya bermodalkan kamera dan skills, kita bisa menghasilkan banyak uang. Millenials cenderung lebih kreatif dan inovatif. Terbukti dengan munculnya terobosan ojek online.
Tidak semua pandangan buruk terhadap generasi millenial itu benar. Millenials bukanlah generasi yang sombong melainkan generasi yang memiliki percaya diri tinggi. Image egois dan arogan muncul karena mereka bisa melakukan banyak hal sekaligus atau ‘multitasking’ dan ingin melakukan semuanya dengan segera secepatnya. Sejatinya dibalik semua kelebihan pasti ada kekurangan, semuanya dikembalikan pada diri masing-masing millenials. Namun jika diperhatikan saat ini, beberapa dari mereka memiliki sikap konsumtif yang tinggi, materialis, bergaya hidup mewah dan glamor, memiliki sifat hedonisme dan kurang memiliki jiwa sosial karena beberapa dari mereka terlalu sering berbincang-bincang lewat media sosial daripada bertatap muka secara langsung.
Beralih ke masalah mental pada generasi ini, nampaknya millenials rentan stress. Dan tak jarang beberapa orang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena stress berlebihan. Seperti baru-baru ini marak terjadi kasus bunuh diri.
Semua masalah tersebut memiliki solusi yang beragam namun yang perlu ditekankan sebagai pondasi dasar untuk membangun peradaban bangsa adalah pentingnya mengikuti pendidikan karakter dan kegiatan keagamaan agar menjadi millenials yang tidak hanya hebat dalam ilmu pengetahuan melainkan juga dalam spiritual. Perlunya peran teman dan kerabat untuk mengingatkan, belajar menerima kritik dan saran dari orang lain. Dan yang terpenting, jangan habiskan waktu kita dengan berlama-lama menatap layar komputer atau smartphone. Batasi penggunaan ponsel pintar kita seperlunya dan jangan sampai menghambat aktivitas lainnya apalagi sampai kecanduan. Gunakanlah teknologi dengan bijak, manfaatkan untuk hal-hal yang berguna. Keluar dan mulailah bersosialisasi karena hidup tak hanya soal gadget dan followers. Jadilah generasi yang berkebudayaan dan berketuhanan agar dapat menangkis dampak buruk era informatika.
Demikian artikel tentang generasi millenial, semoga bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa teknologi pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Ambil positifnya dan buang negatifnya. Saya Muhammad Fani Abdillah mengucapkan terima kasih banyak. Wassalamualaikum wr. wb.
menjadi millenials yang Hebat.docx (20.26 KB)