Post by jasminenabiilah on Aug 14, 2017 14:33:00 GMT
Darurat Kesehatan Mental Generasi Milenial
Narsis, malas, dan tumbuh bersama teknologi adalah stereotipe yang telah melekat pada generasi milenial; yakni mereka yang lahir pada tahun 1980 hingga tahun 2000. Namun di balik betapa ‘santai’nya para milenial tersebut, telah dilaporkan bahwa generasi milenial memiliki tingkat kecemasan, stres dan depresi klinis yang tertinggi dibanding generasi lainnya pada kelompok usia yang sama (Psychology Today). Rapuhnya kesehatan mental yang dimiliki oleh generasi ini tak jarang berujung pada perilaku melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri.
Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang vokalis band Linkin Park, Chester Bennington, yang mengakhiri hidupnya sendiri di pertengahan tahun 2017 ini. Lalu tiga kasus bunuh diri di Jawa Barat yang terjadi secara beruntun di bulan yang sama mencuat di berbagai media. Kejadian-kejadian tersebut merupakan segelintir banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi di era milenial. Lantas, apa yang menyebabkan maraknya kasus bunuh diri ini terjadi?
Sejak usia yang sangat dini, generasi yang juga dikenal sebagai generasi Y ini dituntut untuk menguasai teknologi. Di satu sisi, perkembangan teknologi telah memudahkan para milenial dalam sebagian besar aspek di dalam kehidupannya; seperti mencari informasi secara cepat dan mudah. Namun kemudahan semacam ini telah membentuk kebiasaan tersendiri yang dimiliki oleh kebanyakan anak milenial, yakni ingin segala sesuatunya serba instan.
Ditambah dengan pola asuh yang dikemukakan oleh sebuah studi bahwa orangtua milenial kerap mendorong anak untuk mengutamakan hobi dan cita-cita yang mereka miliki, tetapi di saat yang sama mereka cenderung menekan anak untuk berada di peringkat teratas dan fokus menghasilkan uang yang kemudian menciptakan konflik batin pada para anak tersebut (Simon Sinek, 2017).
Pola asuh yang sedemikian rupa itu telah membentuk karakter khusus pada generasi milenial, yakni suka tantangan, kompetitif, cepat, dan ambisius. Pada kebanyakan kasus, mereka juga cenderung merasa tidak puas terhadap pencapaian yang telah didapatkan. Tanpa adanya manajemen emosi yang baik, ketidakpuasan tersebut dapat mengakibatkan kelelahan mental, yang berujung pada rasa rendah diri, putus asa, bahkan dorongan untuk mengakhiri hidup sendiri.
Sebuah studi terbaru bahkan menyebutkan 44 persen mahasiswa mengalami gejala depresi dan bunuh diri merupakan salah satu dari banyak penyebab kematian di antara para mahasiswa. Kemudian, telah dilaporkan bahwa terdapat kenaikan jumlah kunjungan pemeriksaan kesehatan mental yang signifikan sebanyak 16 persen sejak tahun 2000 dan semakin berturut-turut sejak lima tahun terakhir ini (American College Counseling Association, 2012).
Berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa kita—generasi milenial, riskan sekali mengalami kejatuhan psikis, baik dalam skala kecil maupun besar. Tidak hanya pada kelompok usia dewasa dan tua, hal tersebut juga dapat terjadi pada remaja yang duduk di bangku sekolah. Akan sangat mengkhawatirkan apabila kaum pelajar, khususnya di Indonesia, mengalami kejatuhan mental di usia yang produktif. Tentunya itu akan merugikan negeri ini dalam berbagai aspek.
Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk mulai belajar mencintai diri sendiri dan juga memanajemen emosi yang ada di dalam diri kita. Salah satu cara manajemen emosi yang baik antara lain, tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan dengan memikirkan akibat yang akan terjadi kelak. Juga dapat dilihat dari bagaimana kita melihat suatu situasi; apa kita cenderung melihat hal yang negatif atau positif terlebih dulu. Tanpa adanya manajemen emosi yang baik, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang terjadi pada kita bahkan tanpa kita sadari.
Sebagai seorang manusia, tentunya kita selalu menginginkan yang terbaik untuk diri kita. Dalam mencapai hal tersebut, penting bagi kita untuk terus mengintropeksi dan akan lebih baik bila kita terus memperbaiki kekurangan di dalam diri sendiri, sehingga kita dapat menjadi manusia-manusia bermental baja dan bermanfaat bagi kemajuan pembangunan negeri ini di masa yang akan datang. Semoga di kemudian hari, pribadi kuat yang tertanam di dalam diri warga negara seperti kita dapat meneruskan perjuangan dalam membangun negeri kita tercinta Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.
Jasmine Nabiilah
Referensi :