Post by Pamiluto Arya Yudhistira on Aug 15, 2017 17:41:29 GMT
Letak Uang Para Millenials
Millenial? Mungkin kata ini merupaka kata yang sudah sangat awam kalian dengar. Yap, Millenial ini merupakan suatu generasi yang lahir dengan perkiraan waktu tahun 1980 hinga 2000 atau biasa disebut dengan Generasi Y atau GenY. Kalau diperkirakan Gen Y saat ini sedang menginjak usia 17 hingga 37 tahun.
Saat ini masih sangat menjadi bahan perbincangan mengenai GenY ini yang mana selalu dibahas mengenai pendidikan, moral dan budaya, etika bekerja, ketahanan mental dan yang paling menjadi pokok pembahsan adalah penggunaan teknologinya. Semua itu karena sangat berbeda sekali dengan situasi yang dialami oleh generasi sebelumnya yaitu generasi X atau GenX yang belum begitu mengenal teknologi terutama Internet. Sejajar dengan kalimat diatas, pada akhirnya GenY memiliki cap yang begitu buruk dimata generasi sebelumnya. Cap yang seringkali di lontarkan adalah “Generasi Nunduk”, “Generasi Malas”, “Generasi Narsis” dan lain sebagainya.
Tidak diragukan lagi bahwa saat ini Gadget merupakan salah satu kebutuhan hidup Generasi Millenial, tidak lain dan tidak bukan koneksi Internet adalah pasangan yang harus dimiliki setiap orang saat ini. Karena hal tersebut Generasi Millenial atau yang bias kita sebut sebagai GenY itu awam sekali di cap sebagai “Generasi Nunduk”.
Melalui riset yang dikonduksi oleh International Republican Institute (IRI) membuktikan bahwa 48 persen responden mengaku nyaman jika harus melalui hari tanpa smartphone. Sementara, 45 persen mengaku mudah beradaptasi dengan teknologi baru, dan 29 persen lainnya menggunakan aplikasi telepon genggam untuk pembayaran.
Satu yang perlu dipertimbangkan, adalah fungsi telepon genggam yang bisa mencakup semua. Saat teknologi masih belum se-maju saat ini, orang-orang harus membawa kamera, buku catatan, alat komunikasi, dan berbagai dokumen lainnya secara terpisah. Di era dimana semua itu bisa digabungkan ke dalam satu alat, sepertinya tidak terlalu mengherankan jika kita melihat seseorang terpaku pada satu alat dalam melakukan semua pekerjaan. (liputan6, 2015)
Disamping adanya gadget dan internet, Sosial Media kini juga menjadi aplikasi primadona di setiap telepon gengam. Generasi millennial juga seringkali selalu ingin diperhatikan dan dihargai. Menurut Cherches, ini berakar dari kebiasaan yang diterapkan oleh generasi sebelumnya. Pada acuan 'Freedom to Learn', ahli psikolog terkenal Carl Rogers menyarankan agar perusahaan bisa meningkatkan kepercayaan diri karyawan mereka. Murid-murid sekolah pun didukung agar lebih spontan dan bebas. Penilaian moral 'baik dan buruk' pun diterapkan, dan orang-orang dituntut agar lebih kritis. Oleh karena itu Generasi Y juga sering mendapat cibiran sebagai “Generasi Narsis”
Majalah ternama di Amerika Serikat TIME menyebutkan bahwa generasi milenial tumbuh ke arah yang lebih buruk. Mereka narsis, penggila gadget, egois, dan manja. Berbagai 'fakta negatif' mengenai generasi millennial pun diungkapkan oleh majalah ini, antara lain, perkembangan yang mereka yang terhambat.
Dampaknya, banyak perusahaan yang membanggakan karyawan mereka demi mempertahankan reputasi dan pekerja. Salah satu keyword yang paling dicari di beberapa tahun belakangan adalah 'employee engagement' -keterlibatan karyawan.
Selain mendapatkan predikat sebagai ”Generasi Nunduk” dan “Generasi Narsis”, ada satu predikat yang harus menjadi motivasi para Milenialis, yaitu predikat “Generasi Malas”. Lembaga survey dari IRI, 90 persen responden mendefinisikan kesuksesan dengan menjadi seorang teman yang baik, yakni menjalin hubungan positif dalam pekerjaan maupun pribadi. Sedangkan 68 persen mengaitkan kesuksesan dengan bekerja. Dibandingkan dengan 56 persen bagi generasi X (kelahiran 70-an dan 80-an) dan generasi baby boomers (kelahiran 60-an), ini sepertinya bukanlah hal buruk. Majalah ternama terbitan Negara Paman Sam pun pernah menerbitkan penelitiannya, "Semakin banyak orang usia 18 sampai 19 tahun yang masih tinggal dengan orangtua," pungkas TIME. (liputan6, 2015)
Kemudian selain malas, Generasi Y juga dinilai memiliki sifat toleransi yang rendah, hal ini di ungkapkan oleh Todd Cherches dari The Hired Guns. “Secara rata-rata, anak-anak milenial memiliki toleransi lebih rendah terhadap birokrasi dan proses yang lama. Mereka menolak melakukan pekerjaan monoton. Mereka fokus pada apa yang harus diselesaikan dengan mencari cara sendiri. Dengan teknologi yang lebih maju, sering kali mereka memiliki siasat sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan. Artinya, mereka bukan berarti tidak mau bekerja, namun cara kerja mereka berbeda.” Pungkas Todd Cherches.
Namun, dibalik pernyataan-pernyataan negatif diatas adakah peluang untuk mendapatkan uang untuk generasi millennial yang terkenal dengan sebutan Generasi nunduk, narsis dan malas? Sebuah survei yang dilakukan oleh Bentley University mengkonduksi mengenai aspirasi karir millennial. Hanya 13 persen mengaku mimpi mereka dalam karir adalah menjadi bos perusahaan tempat mereka bekerja. Sedangkan, 67 persen menjawab target mereka adalah untuk memulai bisnis sendiri.
"Millennial mencari kericuhan, dan memiliki kewaspadaan terhadap resiko dipecat dan kehidupan monoton terpaku dalam kubikel kantor. Mereka berpikir 'ada jalan keluar'." ungkap Fred Tuffile, direktur program studi wirausaha, dikutip Forbes.
Hal ini membuat mereka merasa bisnis menjadi pilihan. Menurut Bentley, kecenderungan anak-anak milenial yang tidak takut dengan resiko dan suka kekacauan buat mereka menganggap, kegagalan dalam berbisnis lebih baik dibanding duduk di kubikal kantor selama 20 tahun. Memulai perjalanan untuk mengembangkan ide sendiri akan memberi mereka pelajaran hidup. (liputan 6, 2016)
Iwan Setyawan sebagai CEO Provetic pun menyatakan nada yang sama, "Dengan perkembangan teknologi digital yang semakin canggih, millenial ikut membangun ekonomi lewat dunia digital. Tumbuhnya ekosistem digital ikut membangun kekuatan ekonomi baru”. (liputan 6, 2016)
Begitupun dengan Pemerintah. Melalui Badan Ekonomi Kreatif, Pemerintah juga telah mendukung langkah generasi millenial lewat peta jalan e-Commerce. Penetapan ini menjadi program nasional yang diluncurkan akhir Januari 2016.
Menurut data Departemen Perdagangan RI, pada tahun 2016, nilai bisnis e-Commerce di Indonesia diperkirakan bisa mencapai Rp 120 triliun, dan bisa mencapai Rp 140 triliun dan dalam tiga tahun ke depan.
Dibalik julukan-julukan negatif yang diterima oleh para GenerasiY atau Generasi Milenial, ternyata Generasi Milenial memiliki cara tersendiri dalam mendapatkan uang, yaitu dengan cara berbisnis. Dengan adanya teknologi yang kini merajalela, para Generasi Milenial memanfaatkan keadaan tersebut untuk medapatkan uang selain menjadi buruh di negara sendiri. Dengan adanya teknologi dan dunia bisnis diharapkan pula dapat menaikkan pendapatan perkapita suatu negara. Jadilah Milenials yang bijak dalam menggunakan teknologi dan berintegritas.
Bibliography
liputan6. (2015, 9 4). Retrieved 8 11, 2017, from global.liputan6.com/read/2309368/millennial-generasi-narsis-gila-gadget-dan-manja?source=search
liputan 6. (2016, FEBRUARI 27). Retrieved AGUSTUS 16, 2017, from tekno.liputan6.com/read/2446030/generasi-millenial-pengaruhi-nasib-ekonomi-indonesia?source=search