Post by aulia on Aug 26, 2018 14:29:02 GMT
"Membangun bangsa Indonesia dengan menyadarkan remaja kepada rasionalitas serta moralitas"
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya terima kasih saya sampaikan kepada kakak senior yang memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas ini walau diluar deadline. Kali ini saya tidak akan banyak membahas, hanya mengoprek dua kata “Rasionalitas” dan “Moralitas”
Sebelumnya saya bertanya, apa kalian tahu definisi dari kedua kata tersebut? Lalu seberapa pentingnya kedua kata tersebut untuk kita sehingga bisa dibilang membangun bangsa?. Oke, kalau gitu saya jabarkan. Rasionalitas itu dari kata rasional. Rasional sendiri adalah suatu sikap yang dilakukan berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis dan cocok dengan akal sehat manusia. Simpel bukan? Tapi.. kenapa Indonesia masih tertinggal dengan bangsa lain? Bukankah Indonesia sudah lama mengenal kata itu? Lalu bagaimana keadaan riilnya? Benar dilaksanakan ataukah tidak?.
Pengamatan pribadi penulis tentang rasionalitas di Indonesia masih sangat tabu. Walau kita dengungkan rasionalitas, menurut penulis masih sangat susah untuk menyebarkan kepada masyarakat di Indonesia. Hal itu bisa terjadi karena dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Bukan budaya makanan, rumah adat, dll. Tapi budaya itu ialah suatu kebiasaan yang dilakukan secara kolektif serta masyarakatnya menganggap hal itu dengan wajar. Nah budaya Indonesia yang seperti apa yang saya maksud? Pertama, apa yang kalian dapat dari belajar selama 12 tahun lamanya? Kedua, apakah kalian masih bergantung kepada pihak ketiga, orangtua?.
Kedua pertanyaan itu saya yakin anda sendiri juga bingung jawabnya. Dari kedua pertanyaan tersebut saya yakin 8 dari 10 orang menjawab “gatau”, “apaya”, dsb. Kenapa bisa jawaban itu yang keluar dari mulut? itu sendiri karena kita tidak memahami nilai penting dari yang namanya sekolah. Sampai sampai tidak tahu apa yang didapat dari 12 tahun lamanya di bangku sekolah. Tidak ada rasa keingin tahuan, dan mengikuti arus itulah budaya bangsa ini.
Ya, bisa dibilang tingkat kuriositas masyarakat bangsa Indonesia ini sangat kecil. Ditambah banyak seminar-seminar serta diskusi diskusi yang menyudutkan tentang kuriositas. Bahkan sampai dikatakan HARAM. Ya Allah, bagaimana bangsa Indonesia ingin maju bila mana banyak oknum yang beranggapan demikian. Padahal suatu asap pasti ada karena munculnya api, sama halnya akibat pasti memiliki sebab. Seperti program komputer, bilan mana codingnya salah pasti program tersebut tidak akan jalan. Bukan sepenuhnya saya menyalahkan oknum tersebut, saya menyadari bahwa manusia memang tak luput dari yang namanya salah. Ya, Manusia memiliki akal dan perasaan. Dua hal ini yang menggerakkan manusia untuk bertindak. Tapi, apakah selamanya akan salah? Kita harus bisa mendudukan akal dan perasaan kita. Contoh, seperti koruptor. Apakah dia idiot? Tidak. Dia pintar, akalnya sehat. Tapi perasaan yang selalu menjadi dasar dia bertindak. Tidak memikirkan orang lain bisa dikatakan tidak rasional. Bahkan ia ketika di dakwa selalu menutup-nutupi kesalahannya dengan rasionalisasi = kebenaran yang diada adakan.
Penting sekali bukan rasionalitas itu? Lalu bagaimana caranya kita ingin mengasah jiwa rasionalitas? Hal ini bisa menjawab pertanyaan yang kedua tadi. Cobalah kamu ke dapur, ambil gula, ambil gula tersebut dengan jari lalu jilat. Apa rasanya? Kenapa kamu bilang manis? manis itu yang seperti apa? Kalau saya bilang gula itu rasanya tidak manis. Kenapa? Tertawa? Saya bodoh?. Lalu saya balik, kenapa anda jawab manis? manis itu seperti apa? Tidak bisa jawab? Jadi sebenarnya siapakah yang sebenarnya bodoh?.
Pertanyaan diatas biarkan menjadi suatu pertanyaan, karena saya tidak ingin bangsa ini semakin mundur karena kurangnya kemandirian dalam mengamati suatu hal. Hal kecil gula saja tak terpikirkan kenapa kita semua menyebutnya manis. Dan rasa manis itu seperti apa? Lalu bagaimana rasanya sirup? manis? Kenapa manis gula dengan sirup beda?.
Hal yang harus kita lakukan untuk mendapatkan rasionalitas tersebut salahsatunya dengan cara kemandirian. Ya, kemandirian sangat vital. Berapa kali anda tidak merapikan kamar anda sendiri? Berapa kali anda selalu dimanjakan orangtua? Enak bukan rasanya selalu berada dalam kasih sayang orangtua? Bukan saya tidak setuju dengan kasih sayang orangtua, tapi saya ingin memaparkan kasih sayang yang benar. Lalu bagaimana kasih sayang yang benar? Ya, kasih sayang punya kadarnya. Kita berhak mendapatkan kasih sayang orangtua, tapi kita juga tidak boleh terlena karena orangtua selalu memberikan kasih sayangnya ke kita. Kita akan selamanya bergantung dan tidak memiliki keahlian apa apa jika kita terus mengikuti kasih sayangnya. Banyak anak anak Indonesia yang orangtuanya kaya raya tapi anaknya belantara, ya berperilaku diluar nilai nilai dan tidak memiliki keahlian apapun. Dari contoh kecil ini kemandirian sangat penting kita terapkan baik mandiri dalam sikap maupun mandiri dalam berpikir. Karena dengan kemandirian, sudah pasti kita selalu memikirkan diri dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sejatinya kebenaran itu hanya satu, ibarat 1 + 1 sudah pasti jawabnya 2. Kita harus terus menjadi pribadi yang selalu mandiri, karena dengan kemandirian kita bisa berpikir dengan jernih.
Seperti di dalam sejarah, banyak ilmuan ilmuan yang bisa membangun bangsanya dengan penemuan-penemuannya. Mereka bisa menemukan itu dengan kemandiriannya, seperti isac newton yang melihat kenapa benda di dunia ini selalu jatuh ke bawah, kenapa tidak keatas. Dari kemandirian berpikir itu ia bisa mendapatkan suatu hukum dan hukum tersebut sudah dikenalkan kepada dunia luas. Ya, hukum newton. Dengan hukum tersebut dunia terbantu dan semakin maju.
Bagaimana isac newton? Apa yang didapat? Sudah jelas pahala yang didapat. Ia memudahkan masyarakat luas dengan penemuannya. Lalu, apakah kita bisa mengikuti jejak dia? Jawabannya bisa. Karena dunia ini tidak ada yang tidak bisa.
Dengan rasionalitas apa cukup? Belum, rasionalitas ialah salah satu cara saja untuk membangun negeri ini. Yang paling terpenting menurut penulis ialah moral pribadi masyarakat di Indonesia itu sendiri. Dengan menyebarnya android ke semua kalangan, banyak sekali informasi yang didapat. Tetapi dengan begitu, banyak juga masyarakat yang tidak dengan cermat memahami informasi di dalam android itu. Alhasil terpengaruh dan menghujat satu sama lain. Ya, penulis sudah muak dengan informasi hoax dan fitnah yang ada di Indonesia ini. Bagaimana hoax dan fitnah sudah berkerak di negeri ini? Hal itu bisa terjadi karena masyarakat Indonesia terlalu pintar sampai sampai berbuat demi kepentingan pribadi. Kalau tidak kuat dengan argumen sendiri lebih baik diam dan mencermati bahkan seharusnya didiskusikan. Bukan menyebarkan berita hoax dan memfitnah orang lain. Itulah moral bangsa ini. Itulah. Itulah. Itulah dia.
Dengan berita hoax dan fitnah, banyak yang menjadi korban. Bahkan sampai sekarang ada dualisme para pendukung si Jojo dan Wowo. Moral inilah yang harusnya kita ubah. Susah bukan? Sakit bukan? Tapi itulah yang harus kita jalankan. Walau saya dan anda berada dimanapun, seharusnya moral diskusi dan mencari jalan keluar ialah yang benar. Bukan semaunya sendiri demi kepentingan sendiri.
Sebagai penutup penulis sekali lagi bilang, ayo kita sama sama berdiskusi dengan kepala dingin untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Karena saya ataupun anda meyakini, bahwa untuk mendapatkan rahmat-Nya, kita harus bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat luas.
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya terima kasih saya sampaikan kepada kakak senior yang memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas ini walau diluar deadline. Kali ini saya tidak akan banyak membahas, hanya mengoprek dua kata “Rasionalitas” dan “Moralitas”
Sebelumnya saya bertanya, apa kalian tahu definisi dari kedua kata tersebut? Lalu seberapa pentingnya kedua kata tersebut untuk kita sehingga bisa dibilang membangun bangsa?. Oke, kalau gitu saya jabarkan. Rasionalitas itu dari kata rasional. Rasional sendiri adalah suatu sikap yang dilakukan berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis dan cocok dengan akal sehat manusia. Simpel bukan? Tapi.. kenapa Indonesia masih tertinggal dengan bangsa lain? Bukankah Indonesia sudah lama mengenal kata itu? Lalu bagaimana keadaan riilnya? Benar dilaksanakan ataukah tidak?.
Pengamatan pribadi penulis tentang rasionalitas di Indonesia masih sangat tabu. Walau kita dengungkan rasionalitas, menurut penulis masih sangat susah untuk menyebarkan kepada masyarakat di Indonesia. Hal itu bisa terjadi karena dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Bukan budaya makanan, rumah adat, dll. Tapi budaya itu ialah suatu kebiasaan yang dilakukan secara kolektif serta masyarakatnya menganggap hal itu dengan wajar. Nah budaya Indonesia yang seperti apa yang saya maksud? Pertama, apa yang kalian dapat dari belajar selama 12 tahun lamanya? Kedua, apakah kalian masih bergantung kepada pihak ketiga, orangtua?.
Kedua pertanyaan itu saya yakin anda sendiri juga bingung jawabnya. Dari kedua pertanyaan tersebut saya yakin 8 dari 10 orang menjawab “gatau”, “apaya”, dsb. Kenapa bisa jawaban itu yang keluar dari mulut? itu sendiri karena kita tidak memahami nilai penting dari yang namanya sekolah. Sampai sampai tidak tahu apa yang didapat dari 12 tahun lamanya di bangku sekolah. Tidak ada rasa keingin tahuan, dan mengikuti arus itulah budaya bangsa ini.
Ya, bisa dibilang tingkat kuriositas masyarakat bangsa Indonesia ini sangat kecil. Ditambah banyak seminar-seminar serta diskusi diskusi yang menyudutkan tentang kuriositas. Bahkan sampai dikatakan HARAM. Ya Allah, bagaimana bangsa Indonesia ingin maju bila mana banyak oknum yang beranggapan demikian. Padahal suatu asap pasti ada karena munculnya api, sama halnya akibat pasti memiliki sebab. Seperti program komputer, bilan mana codingnya salah pasti program tersebut tidak akan jalan. Bukan sepenuhnya saya menyalahkan oknum tersebut, saya menyadari bahwa manusia memang tak luput dari yang namanya salah. Ya, Manusia memiliki akal dan perasaan. Dua hal ini yang menggerakkan manusia untuk bertindak. Tapi, apakah selamanya akan salah? Kita harus bisa mendudukan akal dan perasaan kita. Contoh, seperti koruptor. Apakah dia idiot? Tidak. Dia pintar, akalnya sehat. Tapi perasaan yang selalu menjadi dasar dia bertindak. Tidak memikirkan orang lain bisa dikatakan tidak rasional. Bahkan ia ketika di dakwa selalu menutup-nutupi kesalahannya dengan rasionalisasi = kebenaran yang diada adakan.
Penting sekali bukan rasionalitas itu? Lalu bagaimana caranya kita ingin mengasah jiwa rasionalitas? Hal ini bisa menjawab pertanyaan yang kedua tadi. Cobalah kamu ke dapur, ambil gula, ambil gula tersebut dengan jari lalu jilat. Apa rasanya? Kenapa kamu bilang manis? manis itu yang seperti apa? Kalau saya bilang gula itu rasanya tidak manis. Kenapa? Tertawa? Saya bodoh?. Lalu saya balik, kenapa anda jawab manis? manis itu seperti apa? Tidak bisa jawab? Jadi sebenarnya siapakah yang sebenarnya bodoh?.
Pertanyaan diatas biarkan menjadi suatu pertanyaan, karena saya tidak ingin bangsa ini semakin mundur karena kurangnya kemandirian dalam mengamati suatu hal. Hal kecil gula saja tak terpikirkan kenapa kita semua menyebutnya manis. Dan rasa manis itu seperti apa? Lalu bagaimana rasanya sirup? manis? Kenapa manis gula dengan sirup beda?.
Hal yang harus kita lakukan untuk mendapatkan rasionalitas tersebut salahsatunya dengan cara kemandirian. Ya, kemandirian sangat vital. Berapa kali anda tidak merapikan kamar anda sendiri? Berapa kali anda selalu dimanjakan orangtua? Enak bukan rasanya selalu berada dalam kasih sayang orangtua? Bukan saya tidak setuju dengan kasih sayang orangtua, tapi saya ingin memaparkan kasih sayang yang benar. Lalu bagaimana kasih sayang yang benar? Ya, kasih sayang punya kadarnya. Kita berhak mendapatkan kasih sayang orangtua, tapi kita juga tidak boleh terlena karena orangtua selalu memberikan kasih sayangnya ke kita. Kita akan selamanya bergantung dan tidak memiliki keahlian apa apa jika kita terus mengikuti kasih sayangnya. Banyak anak anak Indonesia yang orangtuanya kaya raya tapi anaknya belantara, ya berperilaku diluar nilai nilai dan tidak memiliki keahlian apapun. Dari contoh kecil ini kemandirian sangat penting kita terapkan baik mandiri dalam sikap maupun mandiri dalam berpikir. Karena dengan kemandirian, sudah pasti kita selalu memikirkan diri dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sejatinya kebenaran itu hanya satu, ibarat 1 + 1 sudah pasti jawabnya 2. Kita harus terus menjadi pribadi yang selalu mandiri, karena dengan kemandirian kita bisa berpikir dengan jernih.
Seperti di dalam sejarah, banyak ilmuan ilmuan yang bisa membangun bangsanya dengan penemuan-penemuannya. Mereka bisa menemukan itu dengan kemandiriannya, seperti isac newton yang melihat kenapa benda di dunia ini selalu jatuh ke bawah, kenapa tidak keatas. Dari kemandirian berpikir itu ia bisa mendapatkan suatu hukum dan hukum tersebut sudah dikenalkan kepada dunia luas. Ya, hukum newton. Dengan hukum tersebut dunia terbantu dan semakin maju.
Bagaimana isac newton? Apa yang didapat? Sudah jelas pahala yang didapat. Ia memudahkan masyarakat luas dengan penemuannya. Lalu, apakah kita bisa mengikuti jejak dia? Jawabannya bisa. Karena dunia ini tidak ada yang tidak bisa.
Dengan rasionalitas apa cukup? Belum, rasionalitas ialah salah satu cara saja untuk membangun negeri ini. Yang paling terpenting menurut penulis ialah moral pribadi masyarakat di Indonesia itu sendiri. Dengan menyebarnya android ke semua kalangan, banyak sekali informasi yang didapat. Tetapi dengan begitu, banyak juga masyarakat yang tidak dengan cermat memahami informasi di dalam android itu. Alhasil terpengaruh dan menghujat satu sama lain. Ya, penulis sudah muak dengan informasi hoax dan fitnah yang ada di Indonesia ini. Bagaimana hoax dan fitnah sudah berkerak di negeri ini? Hal itu bisa terjadi karena masyarakat Indonesia terlalu pintar sampai sampai berbuat demi kepentingan pribadi. Kalau tidak kuat dengan argumen sendiri lebih baik diam dan mencermati bahkan seharusnya didiskusikan. Bukan menyebarkan berita hoax dan memfitnah orang lain. Itulah moral bangsa ini. Itulah. Itulah. Itulah dia.
Dengan berita hoax dan fitnah, banyak yang menjadi korban. Bahkan sampai sekarang ada dualisme para pendukung si Jojo dan Wowo. Moral inilah yang harusnya kita ubah. Susah bukan? Sakit bukan? Tapi itulah yang harus kita jalankan. Walau saya dan anda berada dimanapun, seharusnya moral diskusi dan mencari jalan keluar ialah yang benar. Bukan semaunya sendiri demi kepentingan sendiri.
Sebagai penutup penulis sekali lagi bilang, ayo kita sama sama berdiskusi dengan kepala dingin untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Karena saya ataupun anda meyakini, bahwa untuk mendapatkan rahmat-Nya, kita harus bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat luas.