Post by chiagian01 on Aug 31, 2019 18:58:47 GMT
Kenaikan permukaan laut merupakan salah satu permasalahan global paling serius yang sedang dihadapi manusia saat ini. Pengamatan terhadap kenaikan permukaan laut telah dilakukan sejak abad ke-19, yaitu melalui pengamatan terhadap perubahan rata-rata temperatur global.
Perubahan temperatur global ditunjukkan dengan meningkatnya suhu rata-rata hingga 0,74˚C pada tahun 1906 hingga tahun 2005. Proyeksi yang dipaparkan oleh International Panel On Climate Change (IPCC) memperlihatkan temperatur rata-rata mencapai angka 1,8-4,0˚C dan bahkan mencapai 1,1-6,4˚C (Susandi, dkk., 2008). Meningkatnya suhu permukaan global berakibat mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi, sehingga menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
Proyeksi yang diperoleh dalam rentang tahun 1999-2100 akan terjadi kenaikan permukaan air laut sekitar 1,4-5,8 m (Dahuri, 2002 dalam Cahyadi, dkk., 2011). Hal ini tentu berakibat pada kelangsungan kehidupan manusia di bumi. Kenaikan permukaan laut berimplikasi pada munculnya berbagai potensi negatif terhadap kelangsungan kehidupan manusia. Salah satunya potensi penurunan perekonomian akibat lahan yang tergenang; potensi terjadinya gejolak sosial akibat perekonomian yang menurun; potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil, bahkan tidak tertutup kemungkinan seluruh daratan di bumi.
Di Indonesia, penelitian dan proyeksi kenaikan permukaan laut pernah dilakukan di Banjarmasin. Proyeksi tersebut menggambarkan pada tahun 2010, 2050, dan 2100 terdapat gambaran tentang luas daratan hilang secara berurutan adalah 7408 km², 30120 km², dan 90260 km². Artinya, 0,03% yang hilang adalah daratan Banjarmasin. Hal ini berimplikasi pada sektor perekonomian dan kehidupan sosial yang berkekuatan negatif. Analisis dampak negatif dari kenaikan muka laut pada sosial dan perekonomian di Banjarmasin di antaranya menyebabkan (1) munculnya genangan air di wilayah perkotaan; (2) terganggunya lalu lintas jalan raya; (3) berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian; dan (4) terhentinya aktivitas-aktivitas industri dan bisnis diakibatkan kerusakan/ terganggunya infrastruktur-infrastruktur (Susandi, dkk., 2008). Hasil proyeksi ini memperlihatkan kerugian cukup besar dalam kehidupan yang berimbas pada ekonomi dan sosial.
Lihat saja data proyeksi untuk tahun 2100 dengan luas daerah yang tergenang sebesar 2581 km² dengan perhitungan kerugian ekonomi lahan diproyeksikan mencapai 0,69 juta dollar, dan menyebabkan masyarakat mengungsi sebanyak 40.720 jiwa.
Berkenaan dengan kenaikan muka laut di Banjarmasin dan kerugian yang disebabkannya, Susandi, dkk. (2008) menyatakan banyak tindakan yang perlu dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah Banjarmasin, maupun masyarakat lokal.
Hal ini seharusnya juga menjadi perhatian dunia. Pemerintah telah melakukan sejumlah kegiatan adaptasi terhadap kenaikan permukaan laut, seperti pembuatan tanggul di pinggir sungai Barito, relokasi penduduk di sekitar sungai ke daerah yang lebih tinggi, serta pembangunan rumah panggung. Beberapa usaha ini merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan permukaan laut di Banjarmasin. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan teknologi tepat guna untuk menjaga eksistensi peradaban manusia.
Berdasarkan potensi dampak negatif kenaikan permukaan laut terhadap kelangsungan kehidupan manusia, maka perlu digagas produk langsung dalam upaya pemecahan, pencegahan, serta penjagaan dampak negatif pemanasan global bidang kelautan yang memiliki potensi besar dalam menghancurkan daratan. Salah satu alternatifnya adalah dengan teknologi Chi A Gian seperti yang digagas oleh Al Mukhollis Siagian di (https://www.menaratoday.com/2019/08/indonesia-harus-menjadi-negara-pencipta.html?m=1). Teknologi ini adalah jawaban dari pemanasan global, efek rumah kaca dan efeknya terhadap es di kutub yang berpotensi menenggelamkan berbagai pulau, bahkan tidak tertutup kemungkinan semua daratan di bumi ini. Artinya, harus digagas teknologi yang bersifat antisipasi untuk mencegah cairnya es di kutub yang menyebabkan peningkatan permukaan laut. Apalagi di tengah maraknya persaingan industri di era globalisasi ini.
Perubahan temperatur global ditunjukkan dengan meningkatnya suhu rata-rata hingga 0,74˚C pada tahun 1906 hingga tahun 2005. Proyeksi yang dipaparkan oleh International Panel On Climate Change (IPCC) memperlihatkan temperatur rata-rata mencapai angka 1,8-4,0˚C dan bahkan mencapai 1,1-6,4˚C (Susandi, dkk., 2008). Meningkatnya suhu permukaan global berakibat mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi, sehingga menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
Proyeksi yang diperoleh dalam rentang tahun 1999-2100 akan terjadi kenaikan permukaan air laut sekitar 1,4-5,8 m (Dahuri, 2002 dalam Cahyadi, dkk., 2011). Hal ini tentu berakibat pada kelangsungan kehidupan manusia di bumi. Kenaikan permukaan laut berimplikasi pada munculnya berbagai potensi negatif terhadap kelangsungan kehidupan manusia. Salah satunya potensi penurunan perekonomian akibat lahan yang tergenang; potensi terjadinya gejolak sosial akibat perekonomian yang menurun; potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil, bahkan tidak tertutup kemungkinan seluruh daratan di bumi.
Di Indonesia, penelitian dan proyeksi kenaikan permukaan laut pernah dilakukan di Banjarmasin. Proyeksi tersebut menggambarkan pada tahun 2010, 2050, dan 2100 terdapat gambaran tentang luas daratan hilang secara berurutan adalah 7408 km², 30120 km², dan 90260 km². Artinya, 0,03% yang hilang adalah daratan Banjarmasin. Hal ini berimplikasi pada sektor perekonomian dan kehidupan sosial yang berkekuatan negatif. Analisis dampak negatif dari kenaikan muka laut pada sosial dan perekonomian di Banjarmasin di antaranya menyebabkan (1) munculnya genangan air di wilayah perkotaan; (2) terganggunya lalu lintas jalan raya; (3) berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian; dan (4) terhentinya aktivitas-aktivitas industri dan bisnis diakibatkan kerusakan/ terganggunya infrastruktur-infrastruktur (Susandi, dkk., 2008). Hasil proyeksi ini memperlihatkan kerugian cukup besar dalam kehidupan yang berimbas pada ekonomi dan sosial.
Lihat saja data proyeksi untuk tahun 2100 dengan luas daerah yang tergenang sebesar 2581 km² dengan perhitungan kerugian ekonomi lahan diproyeksikan mencapai 0,69 juta dollar, dan menyebabkan masyarakat mengungsi sebanyak 40.720 jiwa.
Berkenaan dengan kenaikan muka laut di Banjarmasin dan kerugian yang disebabkannya, Susandi, dkk. (2008) menyatakan banyak tindakan yang perlu dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah Banjarmasin, maupun masyarakat lokal.
Hal ini seharusnya juga menjadi perhatian dunia. Pemerintah telah melakukan sejumlah kegiatan adaptasi terhadap kenaikan permukaan laut, seperti pembuatan tanggul di pinggir sungai Barito, relokasi penduduk di sekitar sungai ke daerah yang lebih tinggi, serta pembangunan rumah panggung. Beberapa usaha ini merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan permukaan laut di Banjarmasin. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan teknologi tepat guna untuk menjaga eksistensi peradaban manusia.
Berdasarkan potensi dampak negatif kenaikan permukaan laut terhadap kelangsungan kehidupan manusia, maka perlu digagas produk langsung dalam upaya pemecahan, pencegahan, serta penjagaan dampak negatif pemanasan global bidang kelautan yang memiliki potensi besar dalam menghancurkan daratan. Salah satu alternatifnya adalah dengan teknologi Chi A Gian seperti yang digagas oleh Al Mukhollis Siagian di (https://www.menaratoday.com/2019/08/indonesia-harus-menjadi-negara-pencipta.html?m=1). Teknologi ini adalah jawaban dari pemanasan global, efek rumah kaca dan efeknya terhadap es di kutub yang berpotensi menenggelamkan berbagai pulau, bahkan tidak tertutup kemungkinan semua daratan di bumi ini. Artinya, harus digagas teknologi yang bersifat antisipasi untuk mencegah cairnya es di kutub yang menyebabkan peningkatan permukaan laut. Apalagi di tengah maraknya persaingan industri di era globalisasi ini.